
Assassin’s Creed Shadows, game terbaru dari seri Assassin’s Creed, resmi dirilis pada 20 Maret 2025 di berbagai platform. Namun, sejak peluncurannya, game ini menuai kontroversi, terutama menyangkut karakter Yasuke dan keakuratannya dalam konteks sejarah Jepang abad ke-16.
Salah satu isu yang ramai dibicarakan adalah keputusan Ubisoft menampilkan Yasuke—tokoh sejarah nyata asal Afrika yang menjadi samurai—sebagai karakter utama. Kehadiran Yasuke dipertanyakan oleh sebagian kalangan, termasuk dalam pertemuan pemegang saham Ubisoft baru-baru ini, di mana game ini bahkan disebut-sebut membawa agenda “woke”.
Karakter Yasuke dan Tuduhan “Woke”
Dalam pertemuan tersebut, salah satu pemegang saham secara langsung menyinggung hubungan romantis karakter Yasuke dengan tokoh transgender dalam permainan, dan menyebutnya sebagai “pilihan berani” yang memicu perdebatan. Pemegang saham itu mempertanyakan apakah langkah tersebut merupakan bagian dari agenda politik tertentu dan apakah hal tersebut bisa berdampak pada reputasi perusahaan.
Penjelasan CEO Ubisoft
Menanggapi hal itu, CEO Yves Guillemot memberikan pernyataan yang lebih berfokus pada visi kreatif di balik karakter Yasuke. Ia menegaskan bahwa Yasuke adalah tokoh nyata dalam sejarah, dan Ubisoft ingin menggambarkan sisi heroiknya dalam narasi game tersebut. Guillemot menyampaikan bahwa kehadiran Yasuke bertujuan untuk memperkaya kisah dan menunjukkan keberagaman dalam perjalanan sejarah Jepang, bukan sebagai bagian dari agenda tersembunyi.
Namun, soal tuduhan “woke”, Yves Guillemot tidak memberikan jawaban eksplisit. Ia memilih untuk tidak menanggapi secara langsung pertanyaan tentang apakah Assassin’s Creed Shadows membawa nilai-nilai “woke” atau tidak. Hal ini membuat sebagian pihak menilai bahwa Ubisoft lebih memilih untuk menjaga netralitas dan menghindari perdebatan publik yang berlarut-larut.