Streamer ternama Indonesia, Windah Basudara, kembali menjadi sorotan publik setelah memainkan game Upin & Ipin Universe dalam sesi live streaming di kanal YouTube miliknya. Namun, alih-alih menjadi konten yang menyenangkan dan menguntungkan, tayangan tersebut justru menimbulkan sejumlah kerugian yang signifikan, baik secara materi maupun reputasi profesional bagi sang kreator.
Berikut ini adalah lima kerugian yang dialami Windah Basudara setelah memainkan game tersebut.
1. Harga Game yang Tidak Masuk Akal
Salah satu faktor pertama yang mengecewakan Windah dan para penontonnya adalah harga game yang dinilai terlalu tinggi. Game Upin & Ipin Universe dibanderol sekitar Rp654.000 untuk versi PC dan Rp579.000 untuk konsol PlayStation—harga yang jauh di atas ekspektasi publik terhadap kualitas dan isi permainan.
Setelah dimainkan, banyak penonton mengeluhkan bug, animasi yang kaku, hingga mekanisme gameplay yang dinilai kurang matang. Sebagai streamer, Windah membeli game ini secara resmi tanpa ada dukungan atau sponsor dari pengembang, menjadikannya investasi yang langsung terasa merugikan.
2. Tidak Dibayar Meski Sudah Promosikan
Live stream Windah menarik perhatian besar dan bahkan viral di media sosial. Banyak netizen yang akhirnya mengenal game ini justru dari kanalnya. Sayangnya, Windah melakukan promosi tersebut secara cuma-cuma. Tidak ada kerja sama formal, bayaran, ataupun ucapan terima kasih dari pihak developer.
Dengan jangkauan audiens Windah yang mencapai jutaan penonton, promosi ini jelas menguntungkan pihak pengembang. Namun ironisnya, Windah tak memperoleh imbal balik dalam bentuk apa pun—tidak royalti, tidak sponsor, tidak pula kolaborasi resmi.
3. Pendapatan YouTube Hangus karena Klaim Hak Cipta
Masalah terbesar muncul saat video rekaman live streaming Windah terkena copyright claim dari pengembang game. Beberapa elemen dalam game, seperti musik dan tampilan visual, diklaim melanggar hak cipta. Hal ini menyebabkan YouTube menonaktifkan monetisasi video, dan seluruh pendapatan dialihkan ke pemegang hak cipta.
Akibatnya, Windah kehilangan potensi penghasilan sebesar Rp10 hingga Rp20 juta hanya dari satu video. Bahkan, satu video terkena klaim hingga empat kali, membuat channel YouTube-nya berada dalam situasi berisiko. Meskipun Windah mengajukan dispute, proses penyelesaiannya tidak cepat dan belum tentu berpihak padanya.
4. Kontennya Dipakai untuk Promosi Tanpa Izin
Tak hanya monetisasi yang hilang, Windah juga harus menghadapi masalah etika lain: cuplikan dari live streaming-nya digunakan oleh pihak media sosial resmi Upin & Ipin Universe sebagai materi promosi. Klip tersebut diambil tanpa izin, tanpa kredit, dan dijadikan bukti bahwa game mereka telah dimainkan oleh kreator besar.
Padahal, video tersebut dibuat secara mandiri oleh Windah tanpa bantuan pihak developer. Penggunaan konten tersebut tanpa izin jelas menimbulkan kekecewaan besar, karena eksposur yang diberikan justru diambil alih tanpa penghargaan.
5. Tenaga dan Waktu Terbuang Percuma
Di balik satu sesi live streaming, ada banyak proses yang harus dilalui oleh seorang kreator konten. Windah harus melakukan riset, persiapan teknis, hingga menjaga interaksi dengan penonton selama berjam-jam. Proses ini bisa memakan waktu 3–4 jam sebelum live, dan ditambah durasi tayang selama beberapa jam lagi.
Namun, semua usaha itu justru menjadi beban ketika hasil akhirnya tidak mendatangkan keuntungan, bahkan menimbulkan kerugian. Tenaga, waktu, dan koneksi internet yang digunakan tidak sebanding dengan hasil yang diterima akibat klaim hak cipta dan pemanfaatan konten tanpa izin.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi para kreator digital di era modern. Tanpa perlindungan kontrak atau kerja sama yang jelas, kreator bisa dirugikan meskipun konten mereka populer. Di sisi lain, pengembang game juga harus menyadari pentingnya menghargai kontribusi komunitas, bukan hanya mengambil untung dari popularitas yang diciptakan oleh orang lain.
Kolaborasi yang sehat dan saling menghargai adalah fondasi dari ekosistem digital yang adil. Jika tidak, yang terjadi hanyalah eksploitasi sepihak yang merugikan pihak kreatif.